GURIANG TUJUH INDONESIA
Latar Belakang
Guriang
lahir tepat di tanggal 11 Desember 2012.
Terlahir di kota kecil dan tertinggal namun syarat akan makna dan kenangan yang
tertanam di dalamnya. Banyak kenangan bersejarah yang sulit untuk dilupakan
sehingga banyak memberikan inspirasi bagi para penulis, sejarawan, seniman, budayawan dan
tokoh-tokoh besar lainnya dalam melahirkan karya dan menuliskan coretan
tinta hitamnya
hanya untuk sekedar bercerita tentang kota ini. Rangkasbitung
atau Kabupaten Lebak mereka
menyebutnya atau lebih dikenal dengan
sebutan kota Multatuli yang sangat terkenal tulisannya seantero dunia. Sebuah
sastra yang mengisahkan penderitaan rakyat terhadap penjajah di jaman
penjajahan kolonial Belanda. Tapi meski berada di kota yang katanya tertinggal
kami memiliki pemikiran dan keinginan yang sangat jauh ke depan terkait
persoalan berkarya.
Berawal dari diskusi ringan banyak minat bermunculan terhadap
seni teater khususnya dan untuk mewujudkan konsep atau ide tersebut, kami juga bekerja sama dengan
komunitas lain dalam membuahkan banyak penulisan yang kemudian menjadi energi yang tidak
pernah terputus
untuk terus berkarya. Salah satu kegiatan rutin yang telah dilakukan Guriang setiap bulannya yaitu menggelar diskusi yang
kami beri nama Rangkasbitung Corner.
Tema yang di angkat dalam diskusi yaitu terkait persoalan kebudayaan yang ada
di masyarakat dalam konsep berpikir luas. Hasil dari diskusi tersebut kami
berharap dapat membentuk karakter dan merangsang daya krisis generasi hari ini,
agar lebih peka dengan keadaan di sekitar mereka dan dapat di angkat menjadi
sebuah karya seni dan dipentaskan dalam sebuah konsep pertunjukan teater.
Setiap 3 bulan kami melakukan evaluasi dan dari hasil diskusi tersebut akan
ditentukan sebuah tema yang menarik dan menggelitik untuk selanjutnya mulai
disusun materi untuk di implementasikan dalam bentuk pertunjukkan teater di
setiap 6 bulan.
Saat ini, alhamdulilah Guriang sudah memiliki tempat
khusus dan permanen. Berdiri di atas sebidang tanah yang diperoleh dari wakaf
keluarga ketua dan pendiri yayasan Guriang Tujuh Indonesia dengan luas lebih
kurang sekitar 2000 m2. Tidak begitu luas namun cukup untuk kami berteduh dan
berdiskusi serta berlatih dalam mengkonsep, mengkaji dan mengimplementasikan
sebuah wacana yang kami rangkum dalam satu pertunjukkan seni teater sehingga
diskusi yang di wacanakan bisa kami sajikan dan di nikmati dihadapan khalayak
ramai menjadi satu rangkaian acara panggung edukasi, rekreasi dan evaluasi diri
bagi para penonton yang menikmati acara seni kami.
Dalam
hal lain Guriang juga fokus pada persoalan dokumentasi seni, bagaimana
menghimpun segala sesuatu berkenaan dengan data kebudayaan di Banten,
diharapkan ke depannya bisa menjadi laboratorium terbuka bagi para peneliti
untuk melakukan penelitian. Kami juga menginginkan Guriang menjadi wadah rekam
jejak secara digital bagi semua jenis seni dan kebudayaan di Banten, agar
semuanya dapat tersimpan dan tidak hilang di terjang jaman sehingga masih bisa di
kenang dan di nikmati oleh anak cucu generasi kita selanjutnya. Beberapa karya
yang sudah dipentaskan oleh Guriang juga merupakan hasil dari penelitian,
diantaranya : Putri Dapun tahun 2012 (Folklore asal mula nama Bayah yang juga
pernah ditulis oleh Anis Jati Sunda), Rongkah tahun 2013 (Filosofi Bambu dalam
kearifan masyarakat Baduy), Rapsodya tahun 2104 (Baduy dalam dialektikanya
menghadapi perubahan zaman), Perempuan dan dua sungai tahun 2015 (Folklore
tentang asal mula sungai Ciujung dan Ciberang), Ilenifesto tahun 2016 (Monolog
tentang maestro kesenian rampak bedug Pandeglang), Karangantu tahun 2017 (Drama
Tari sejarah kuat maritim Banten), Nganyaran tahun 2018 (Drama tari ketahanan
pangan masyarakat Baduy), Gebar tahun 2019 (Monolog tentang pelukis yang
menjadi korban terduga P.K.I dan dihukum selama 14 tahun tanpa peradilan) yang
masih kami garap sampai saat ini dan agak sedikit molor karena referensi yang
masih di anggap tabu dan sangat sensitif sehingga orang enggan untuk memberikan
kesakasian untuk kita gali lebih dalam sumbernya sebagai acuan materi yang bisa
kami sampaikan dalam sebuah pertunjukkan teater. Selain itu Guriang juga intens
dalam pengembangan teater di sekolah, beberapa sekolah dari semenjak didirikan
sampai sekarang sudah banyak mewakili Provinsi Banten di arena teater nasional.
Tujuan
1)
Menciptakan wadah untuk melakukan aktifitas pendidikan, ekonomi,
dan sosial bagi masyarakat secara umum dan anggota yayasan secara
khusus.
2)
Memanfaatkan dan
memaksimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia di lingkungan sekitar dalam
membangun karakter untuk membuat karya
yang memiliki nilai ekonomi, sosial, dan pendidikan.
3)
Menciptakan aktifitas
berlandaskan Pancasila di tengah-tengah Masyarakat sehingga budaya masyarakat yang
beradab tetap terjaga.
4)
Mencari dan menciptakan
aktifitas-aktifitas yang dapat mensejahterakan anggota/pengurus yayasan khususnya, dan
masyarakat pada umumnya.
5)
Mengangkat harkat dan
martabat masyarakat.
Visi
dan Misi
VISI :
Yayasan
GURIANG TUJUH INDONESIA adalah “Art For Society (Seni Untuk Masyarakat)”.
MISI
:
1. Menciptakan
aktifitas berlandaskan Pancasila di tengah-tengah Masyarakat, sebagai budaya
masyarakat yang beradab.
2. Mencari
dan menciptakan peluang-peluang di bidang ekonomi, sosial, dan pendidikan.
3. Mencari
dan menciptakan aktifitas-aktifitas yang dapat mensejahterakan anggota/pengurus
Yayasan GURIANG TUJUH INDONESIA khususnya,
dan masyarakat pada umumnya.
Susunan
Pengurus
Ketua :
Dede Abdul Majid
Sekretaris : Eka Nurwana
Bendahara :
Siti Mahwiyah
Humas : Septian M.
Sihabudin
Litbang : Adam Ardiansyah
Program Kerja
Ø
Rangksbitung Corner : Kegiatan diskusi setiap bulan
dengan mengangkat tema yang bervariasi dan kekinian yang dilaksanakan di minggu
terakhir setiap bulannya.
Ø
Workshop Project : Kegiatan pemberdayaan dan pelatihan untuk masyarakat yang di
selenggarakan oleh sanggar sebagai upaya untuk meningkatkan keahlian masyarakat
yang dilaksanakan 3 kali dalam 1 tahun atau setiap 4 bulan.
Ø
Panggung Teater :
Kegiatan pertunjukkan kolaborasi seni musik, tari dan teater menjadi satu
panggung pagelaran seni budaya yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali atau
setahun 2 kali pertunjukkan.
Sasaran dan Output
Sasaran : Para pelajar, mahasiswa
dan masyarakat umum dari berbagai unsur elemen lainnya.
Output : Diharapkan dengan hadirnya
yayasan Guriang Tujuh Indonesia di tengah-tengah masyarakat bisa membawa dampak
positif dan bermanfaat sebagai wadah untuk menciptakan berbagai karya yang
inovatif, kreatif dan edukatif.
Penutup
Hadirnya Yayasan Guriang Tujuh
Indonesia merupakan salah satu bentuk upaya untuk mewadahi pemikiran dan bentuk
kepedulian kita semua agar seni budaya yang ada di masyarakat tidak tergerus
oleh arus jaman. Selain itu yayasan ini dibentuk sebagai tempat berkumpulnya
orang-orang dari berbagai elemen masyarakat yang ingin berkarya dan silaturahmi
sehingga bisa saling bertukar pikiran dan mewujudkan harapan untuk kemajuan dan
perubahan masyarakat agar lebih mandiri, kreatif dan berinovasi.
Komentar
Posting Komentar